Pure Love ^10^


Genre: Romance, general, family, friendship

Length: Chaptered

Rating: G

Cast: Do Kyungsoo, Lee Jihyun, other cameo

.

.

@ohnajla|chosangmi15

.

Nothing is impossibble for pure love

Mahatma Gandhi-

.

Chapter sebelumnya: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9

.

“Aku pulang..”

Kyungsoo yang sedang membaca buku di depan televise pun menoleh. Ekspresinya tidak berubah ketika tahu bahwa yang datang adalah Jihyun. Yang ada dia malah mengabaikannya dan kembali fokus pada bacaan.

Jihyun sendiri begitu melepas sepatu segera mendekat pada Kyungsoo. Duduk di sebelahnya sambil iseng-iseng melirik apa yang sedang pria itu baca. “Belajar lagi? Wah… pasti dulunya kau adalah siswa yang rajin.”

Kyungsoo menutup bukunya tanpa hitungan detik, kemudian menoleh. Sorot matanya tidak terlalu tajam memang, tapi Jihyun merasa kalau tatapan itu dingin.

“Kau tidak minum dengan seorang laki-laki kan?”

Jihyun menggeleng cepat. “Aku tidak minum bahkan.”

Kyungsoo mencondongkan tubuhnya ke depan untuk menghirup aroma tubuh Jihyun, memastikan kalau Jihyun benar-benar tidak minum. Begitu dia tahu sendiri bahwa tidak ada aroma alcohol yang menguar dari tubuh gadis itu, ia pun kembali menarik tubuhnya.

“Baguslah.”

Jihyun tersenyum. “Bagaimana aku bisa minum kalau aku terus mengingatmu? Oppa selalu muncul dalam pikiranku, maka dari itu aku cepat-cepat pulang untuk menemuimu.”

Kyungsoo menahan dagunya menggunakan tangan kanan yang bertumpu pada kakinya, dia memperhatikan Jihyun dengan sebuah senyum tipis. “Benarkah seperti itu?”

Jihyun mengangguk dengan polosnya. “Ne.”

Kyungsoo pun mengacak rambut gadis itu gemas. “Lucu sekali.”

Bukannya mengomel atau marah karena tatanan rambutnya dirusak, gadis itu malah tersenyum dan balik membalas perlakuan Kyungsoo.

**

H-6 pernikahan mereka…

Sepulang sekolah, Kyungsoo dan Jihyun sepakat untuk pergi ke suatu tempat. Tepatnya adalah sebuah butik. Di sanalah mereka akan fitting baju pengantin untuk pertama kalinya. Jihyun adalah yang paling antusias pasalnya dia akan mencoba sebuah gaun yang bukan gaun biasa.

“Kira-kira nanti bagaimana ya gaunnya? Oppa, apa menurutmu aku akan terlihat cantik saat memakai gaun pengantin nanti?”

Kyungsoo yang sejak tadi fokus melihat ke depan, berkat pertanyaan itu sekarang menoleh. “Aku tidak tahu.”

“Aaah~ berikan jawaban apa saja asal bukan itu. bagaimana? Kira-kira aku akan secantik apa?”

“Bagaimana aku bisa tahu kalau melihat saja belum?” sungut Kyungsoo sekalian menatap Jihyun heran.

Jihyun tiba-tiba menggamit lengannya, bermanja-manja di sana seperti kucing kecil yang minta makan. Tapi bedanya gadis ini sedang merengek. “Ayolah, jawab saja~”

Kyungsoo hanya bisa menghela napas. “Kau minta jawaban seperti apa?”

“Katakan saja, aku cantik atau tidak kalau memakai gaun pengantin.”

“Ya, tentu saja cantik. Semua wanita sudah pasti cantik.”

Aniya~ bukan itu jawaban yang kumau~”

“Lalu seperti apa?” Kyungsoo gemas sendiri dengan sikap Jihyun. Meski begitu, pria ini tidak merasa emosi sama sekali. Dia justru geli melihatnya, mengingat Jihyun tidak pernah merengek-rengek seperti ini sebelumnya.

“Katakan seperti, Jihyun-a kau akan sangat cantik memakai gaun pengantin. Atau.. sudah pasti gaun pengantin itu akan cocok untukmu. Yah kira-kira seperti itu.”

Belum sempat Kyungsoo buka suara, taxi yang mereka tumpangi sudah sampai di lokasi tujuan. Kyungsoo segera memberikan kartu transportasinya pada sang supir, begitu selesai mereka pun mengucapkan terima kasih sebelum turun.

“Aku akan memujimu begitu kita sudah ada di dalam,” ujar Kyungsoo seraya menggandeng tangan Jihyun untuk memasuki butik tersebut. Jihyun sendiri hanya menurut. Fokusnya sudah tidak lagi pada Kyungsoo melainkan sudah tersedot oleh banyaknya pakaian yang nampak tergantung rapi di dalam butik.

Mereka mendapat sapaan hangat dari para pegawai butik. Begitu Jihyun menunjukkan identitasnya sebagai putri dari konglomerat Tuan Lee, mereka pun digiring menuju suatu tempat yang merupakkan tempat fitting untuk baju pengantin. Di sanalah mereka bertemu dengan seorang desainer yang waktu itu menawarkan desain-desain pakaian pengantinnya.

“Oh, kalian sudah datang?”

Kyungsoo dan Jihyun menyapanya dengan bungkukkan 90 derajat. “Selamat malam, Desainer Jung.”

“Ya, malam. Kalian datang lebih awal dari dugaanku. Mari, baju kalian sudah kupersiapkan di dalam ruangan itu.”

Kedua sejoli itu hanya mengikuti kemana desainer Jung melangkah. Ruang yang dimaksud adalah satu dari tiga ruang yang tersedia di tempat itu. Tidak ada yang menarik dari penampakan luar ruangan itu, hanya ada perantara sebuah pintu yang terbuat dari kayu jati dengan sebuah papan yang menempel bertuliskan Wedding Dress Room.

Begitu menginjakkan kaki di ruang yang berukuran sekitar 4 x 7 meter itu, Jihyun dan Kyungsoo bisa menemukan pakaian-pakaian pengantin yang ditata sedemikian rapi sehingga membuat gadis seperti Jihyun terpana melihatnya. Ada banyak bentuk dan motif, seakan inovasi desainer Jung tidak pernah ada habisnya.

“Inilah pakaian kalian.”

Kedua remaja itu mengalihkan pandangan ke asal suara. Di sanalah desainer Jung berdiri, di antara sepasang patung manusia yang sudah memakai pakaian pengantin.

Kyungsoo terlihat biasa-biasa saja melihat pakaiannya, beda lagi dengan Jihyun yang dengan tiba-tiba melebarkan pupilnya.

“Silahkan dicoba,” ucap desainer Jung ramah pada Jihyun.

Mendengar itu, tanpa banyak berpikir Jihyun langsung melepaskan genggamannya pada Kyungsoo dan beralih untuk mengambil gaunnya. Dia dituntun oleh sang desainer untuk ganti pakaian di ruang lain.

Tanpa menunggu Nyonya Jung dan Jihyun kembali, Kyungsoo memutuskan untuk mencoba atasan pernikahannya di sana. Toh dia hanya perlu menanggalkan coat dan sweater nya untuk bisa menggunakan kemeja serta tuxedo pernikahannya.

Setelah dirinya sudah memakai pakaiannya, ia pun memilih untuk menunggu di luar. Dia sekalian membawa coat serta sweater nya. Dia duduk di suatu sofa yang tersedia, menghadap sebuah cermin besar yang sepertinya sengaja dipasang di sana.

Kyungsoo melihat pantulan dirinya di cermin. Tidak buruk, batinnya. Setelah itu ia pun mengalihkan perhatiannya pada sebuah majalah fashion. Merasa tertarik, dia akhirnya menghabiskan waktu menunggu sembari membaca majalah itu.

10 menit kemudian…

Pada titik terbosan seorang Kyungsoo saat menunggu, akhirnya yang ditunggu keluar juga dari ruang ganti. Awalnya pandangan Kyungsoo tidak fokus, namun begitu sadar kalau yang keluar dari ruang ganti yang berada tepat di sebelah cermin itu adalah Jihyun, matanya yang setengah mengantuk pun dipaksa untuk fokus. Butuh beberapa detik untuk dia menyadari bahwa gadis bertubuh mungil yang tenggelam dalam gaun putih panjang itu adalah calon istrinya. Jujur Kyungsoo tidak bisa menutupi keterkejutan dan keterpanaannya.

Gadis berkulit pucat itu tersenyum lembut pada pasangannya. “Bagaimana menurutmu?”

Kyungsoo yang kemudian sadar akan dirinya yang tiba-tiba menegang, pelan-pelan mulai melemaskan dirinya. “Eum. Sangat cantik.”

Jihyun sangat senang, meski pengucapan Kyungsoo sangat datar dan tidak berperasaan. Gadis itu terburu-buru mendekati cermin untuk melihat pantulan dirinya. Namun karena ceroboh, dia menyandung kakinya sendiri dan tubuhnya pun oleng.

Grep.

Jihyun bisa merasakan ada sesuatu yang sedang melingkari pinggangnya. Dalam posisi membungkuk dimana jika tidak ada yang menahannya seperti ini maka kepalanya bisa terbentur cermin raksasa di depannya. Gadis itu pun menarik tubuhnya untuk tegak sebelum melihat siapa yang telah berjasa melindungi kepalanya dari kemungkinan terburuk. Kedua ujung bibirnya tiba-tiba terangkat, membentuk sebuah senyum yang sanggup menawan siapapun yang melihatnya.

“Kau baik-baik saja?”

Jihyun hanya mengangguk singkat, enggan mengalihkan perhatiannya dari pria itu.

“Syukurlah,” desah Kyungsoo akhirnya. Pria itu akan melepaskan rangkulannya dari pinggang Jihyun. Namun diurungkannya begitu melihat pantulan diri mereka di cermin.

“Wah, kalian begitu pantas memakainya,” puji Nyonya Jung yang spontan membuyarkan keterpanaan Kyungsoo.

Jihyun dengan enggan menyudahi tatapannya pada Kyungsoo. Dia ikut melihat bayangan mereka di cermin. Sama seperti reaksi Nyonya Jung dan Kyungsoo, dia juga terpana melihat pose mereka ditambah memakai setelan seperti itu.

Oppa, kau keren sekali,” bisik gadis itu tepat di telinga Kyungsoo. Dia sama sekali tidak merasa sungkan untuk mengatakannya, bahkan tanpa malu dia memberikan kecupan kilat di pipi Kyungsoo.

Kyungsoo sendiri merasakan tubuhnya yang kembali menegang. Dia tidak tahu kenapa tubuhnya begini tiap kali melihat atau bersentuhan dengan Jihyun. Pemuda itu benar-benar tidak nyaman dengan dirinya sendiri. Dia berusaha mengambil jarak dari Jihyun tapi dengan gerakan hati-hati agar Jihyun tidak merasa tersinggung.

“Lain kali berhati-hati lah,” ujarnya sebelum rangkulannya benar-benar dilepas. Dia pamit untuk mengganti pakaian di ruang ganti, sekaligus berusaha menenangkan dirinya dari rasa tidak nyaman itu.

**

Mereka sampai di apartemen begitu waktu menunjuk ke angka 12, tengah malam. Jihyun ketiduran sepanjang perjalanan pulang, bahkan ketika sampai pun dia masih asik terlelap. Kyungsoo yang tidak tega membangunkannya akhirnya memutuskan untuk digendong saja. Tidak ada kesulitan berarti, kini dia telah berhasil membaringkan Jihyun di kamar utama.

Seperti biasa, mematikan lampu utama, menyalakan lampu tidur, menyalakan pemanas ruangan  dan menyelimuti tubuh gadisnya. Setelah semuanya beres, biasanya dia langsung memilih untuk pergi. Namun sekarang beda, Kyungsoo tiba-tiba ingin sekali berada di sana untuk beberapa saat ke depan. Dia tidak gegabah, dalam artian tidak berbaring begitu saja di ranjang king size yang ditempati Jihyun. Pria itu memutar akalnya untuk bisa duduk di tempat yang nyaman sekaligus bisa melihat wajah Jihyun dari dekat. Akhirnya sebuah ide brilian muncul. Dia mengerahkan seluruh sisa tenaganya hari ini untuk menarik sebuah sofa yang semula ada di dekat pintu masuk agar lebih dekat dengan ranjang yang Jihyun tempati. Setelah berhasil, ia pun menghempaskan diri di sana dengan netra yang terus terpaku pada wajah cantik nan damai milik calon istrinya.

“Tidurnya lelap sekali,” gumam pria itu lirih, sangat lirih bahkan. Ia pun mencondongkan tubuhnya ke depan hanya untuk merapikan rambut Jihyun yang sedikit berantakan.

Kyungsoo benar-benar tidak menyangka jika kisah romansanya bermula dan berakhir pada gadis ini. Baginya ini terasa begitu cepat. Dari dua orang yang tidak saling mengenal, lalu tiba-tiba dipaksa untuk merajut sebuah ikatan abadi. Awalnya Kyungsoo pikir, dia mungkin perlu waktu yang sangat lama untuk bisa menerima Jihyun sebagai bagian dari hidupnya. Akan tetapi setelah mereka melewati banyak hal bersama, suka dan duka bersama, pada akhirnya dia bisa menerima Jihyun lebih cepat dari yang dia bayangkan.

Semua ini terasa seperti mimpi.

Pria itu pun menghela napas. Dia meraih salah satu tangan Jihyun yang tergolek di atas perut gadis itu. Dengan lembut dia mengelus punggung tangan itu. Beberapa saat kemudian, tangan mungil itu dikecupnya lama.

**

H-5 pernikahan mereka…

Hari pernikahan mereka semakin dekat. Entah kenapa ada sesuatu yang meletup-letup di dada kiri Jihyun. Entah itu perasaan senang atau gugup, Jihyun tak tahu pasti. Yang jelas jantungnya selalu terasa berdebar-debar tiap dia mengingat tanggal pernikahannya yang makin dekat.

“Melamun lagi?” seorang pemuda bersuara berat datang sambil meletakkan kaleng cola di hadapannya, membuat Jihyun tersentak.

“Oh?! Ah.. ternyata kau,” Jihyun pun memusatkan perhatiannya pada Sehun yang sudah duduk di hadapannya sambil menyesap cola.

“Memikirkan hyung?” iseng pemuda itu berusaha basa-basi. Padahal sebenarnya dia terlihat begitu aneh saat mencoba basa-basi, jelas sikap seperti itu bukan Sehun namanya.

Tapi sepertinya Jihyun tidak mempermasalahkan itu. Jihyun hanya menggeleng sebagai jawaban.

“Lalu?”

“Pernikahanku.”

Sehun hanya manggut-manggut mengerti. Sepertinya dia sudah tidak tertarik lagi, buktinya dia diam saja sambil menghabiskan minumannya.

Jihyun pun meraih dan membuka penutup kaleng minumannya. Dia hanya mencecapnya sedikit, lalu kembali melamun.

Sehun bukannya tidak sadar dengan sikap itu. Dia benar-benar sadar, hanya saja terlalu malas untuk peduli. Setelah minuman dalam kalengnya habis, dia meremukkan benda itu kemudian melemparnya ke tong sampah.

Trang!

Suara berisik itu berhasil membuat lamunan Jihyun buyar.

Sementara Sehun sedang terpaku pada sosok gadis SMP yang sedang berlarian di lapangan. Gadis SMP itu tidak sendiri, melainkan dengan banyak siswa SMP lainnya yang mungkin satu kelas. Gadis yang membuatnya tertarik sedang asik menggiring bola sambil meracau tidak jelas pada gadis lain yang sibuk menghadangnya untuk merebut bola.

Melihat Sehun yang diam saja, Jihyun yang penasaran pun akhirnya bertanya. “Melihat siapa?”

Butuh beberapa detik lamanya hingga Sehun menoleh. “Gadis bercelana olahraga.”

Jihyun pun memperhatikan anak-anak SMP itu. Berharap menemukan satu gadis bercelana olahraga yang dimaksud Sehun. Tapi yang benar saja, dia baru sadar kalau semua gadis di sana memakai celana olahraga. Dia mendengus kesal, melayangkan tatapan jengkel pada Sehun.

“Semuanya memakai celana olahraga.”

Sehun tersenyum tipis, sangat tipis sampai-sampai tidak pantas disebut senyum. “Untuk sekarang kau tidak bisa menemukannya, tapi nanti saat jam olahraganya usai, kau akan menemukan siapa gadis yang kumaksud.”

Sehun tiba-tiba bangkit, bersiap untuk pergi. Tapi sebelum itu, dia harus menjawab satu pertanyaan yang terlontar mendadak dari bibir Jihyun.

“Kau menyukainya?”

Pemuda itu terdiam sebentar. Memandang Jihyun sedikit meneliti, mungkin dia tidak menyangka bahwa Jihyun akan menodongnya dengan pertanyaan seperti ini. Akan tetapi tak lama kemudian bibirnya membentuk lengkung yang sempurna.

“Tidak.”

Dahi Jihyun berkerut mendengarnya. “Lalu?”

“Aku mencintainya,” jawab Sehun sesaat sebelum dia beranjak pergi. Menyisakan sebuah tanda tanya besar di benak Jihyun, tentang…

Apa bedanya menyukai dan mencintai?

**

Tengah malam, ketika Jihyun kesulitan untuk tidur. Jihyun memilih untuk menghirup udara segar di balkon. Dia hanya mengenakan baju rajut merah maroon yang dipadukan dengan rok siffon berwarna senada. Matanya menatap lurus ke depan, bukan pada warna-warni lampu yang membentang di hadapannya atau bintang-bintang yang beterbaran di langit, netranya hanya terpaku pada sisi kosong langit yang hanya menampilkan pemandangan hitam pekat.

Dia tidak sedang memikirkan pernikahannya. Tapi yang ia pikirkan sekarang adalah hal yang jauh lebih penting dari itu.

Apakah dia benar-benar mencintai Kyungsoo atau hanya menyukainya saja?

Itulah pertanyaan yang perlu dia jawab kali ini. Jika dia tidak bisa menjawab pertanyaan itu sekarang, bagaimana nanti kalau Kyungsoo tiba-tiba menanyakannya? Dia harus jawab apa kalau dia sendiri tidak tahu apa jawabannya.

Gadis itu menghela napas. Benar-benar tertekan memikirkan hal ini. Perasaan cinta, kasih dan sayang, memang tidak wajib untuk dipikirkan karena logika tidak akan bisa mencapainya bahkan oleh orang jenius sekali pun. Lantas dia harus bagaimana sekarang?

Hatsyi!

Sesaat setelah bersin, dia merasakan bahwa ada seseorang yang membalutnya dengan sebuah coat tebal dari belakang. Tidak hanya membalutnya saja, tapi juga memeluknya. Suhu punggungnya yang semula rendah, kini berangsur-angsur hangat.

“Merasa lebih baik?” tanya suara berat itu tepat berada di dekat telinganya.

Jihyun tidak perlu repot-repot menoleh untuk melihat siapa yang bicara, toh dari suara saja dia bisa mengenal siapa pria ini. “Ya, lebih dari baik bahkan.”

Tidak ada jawaban berarti dari pria itu. Tapi yang pasti, Jihyun tahu kalau pria itu sedang meletakkan dagu di bahunya.

“Malam ini sulit sekali untuk tidur,” gumam Kyungsoo yang kesannya justru seperti keluhan. Jihyun mendengarkan dengan seksama, sepertinya Kyungsoo masih akan bicara lebih lanjut.

“Banyak hal yang berkecamuk di kepalaku. Rasanya seperti mau pecah. Bahkan menghadapi ujian nasional pun tidak pernah seperti ini rasanya.”

Jihyun meraba-raba pinggangnya mencari tangan Kyungsoo. Setelah ditemukan, ia pun memaksa merenggangkan rangkulan Kyungsoo di pinggangnya agar jari-jari mereka bisa saling bertautan.

“Aku bingung harus bagaimana. Tidur tidak bisa, kerja tidak fokus, pada akhirnya aku sadar kalau aku hanya butuh membicarakannya padamu.”

Jihyun mengangguk pelan. Ya, aku juga begitu.

“Ini melelahkan sekali..” helaan napas panjang terdengar jelas di telinga Jihyun, membuat Jihyun sadar kalau Kyungsoo benar-benar lelah.

“Mau kubuatkan cokelat panas?”

Kyungsoo menggeleng segera. “Tidak. Jangan bergerak sedikit pun dari tempatmu sekarang.”

Karena itu perintah dari Kyungsoo dan diucapkan dengan tegas, maka Jihyun memilih untuk tidak membangkang dan tetap bertahan di posisi semula.

“Terima kasih,” gumam pria itu sebelum napasnya berubah teratur dan tak ada suara lagi darinya.

**

H-4 pernikahan mereka…

Hal tercanggung yang dirasakan Jihyun selama ini adalah satu…. Bertemu dengan keluarga besar EXO!

Rasanya benar-benar aneh dan gugup tentu saja. Dia tidak hanya akan bertemu dengan EXO, tapi juga para kekasih member EXO.

“Ah.. bagaimana ini??” keluh gadis itu ketika mereka berdiri di ambang pintu. Sejak tadi karena Jihyun terlalu gugup, mereka sampai-sampai berdiri di depan pintu selama 20 menit. Kyungsoo tidak mendesak atau memaksa, dia dengan setia menemani Jihyun yang menurutnya lucu sekali saat gugup seperti itu.

Kyungsoo bisa merasakan tangan Jihyun yang berkeringat dingin, karena yang benar saja Jihyun sama sekali tidak melepaskan genggaman padanya.

Oppa.. bagaimana ini?” pada akhirnya Jihyun sadar akan kehadiran Kyungsoo dan kebiasaan manjanya pun muncul.

“Apanya yang bagaimana? Mereka tidak akan menghinamu, anggap saja kita akan bertemu dengan keluarga besarku.”

“Justru karena itu,” ungkap Jihyun makin gelisah. “Bagaimana kalau nanti aku salah bicara? Bisa-bisa mereka akan membenciku.”

“Satu-satunya yang saling membenci di dalam rumah itu hanyalah Baekhyun dan Sehun. Itu pun mereka masih dibiarkan satu atap. Sudah lah, tidak ada yang akan terjadi. Lagi pula Chanyeol dan Jongdae membawa si kembar, kau tidak perlu khawatir kalau sendirian.”

Setelah diyakinkan seperti itu, akhirnya Jihyun mau diajak masuk ke rumah EXO. Dia berjalan di belakang Kyungsoo, meski berulang kali pria itu mencoba menariknya untuk berdiri di sampingnya, tapi Jihyun tetap ngotot berjalan di belakang.

“Nona Lee, kurasa kau bukan lah gadis pemalu.”

Suara berat yang familiar membuat Jihyun reflek memunculkan kepalanya dari balik bahu Kyungsoo. Netranya bisa menangkap sosok yang sama sekali tak asing, siapa lagi kalau bukan Oh Sehun. Anehnya, kenapa Sehun hanya sendirian?

Sehun tersenyum sedikit melihat ekspresi Jihyun yang begitu mudah terbaca. “Mencari Nyonya Oh? Maaf, kau kurang beruntung hari ini, Nona Lee.”

“Nyonya Oh?” gumamnya bingung.

“Sudah, jangan dengarkan ucapannya. Sehun-a di mana yang lain?” sela Kyungsoo, agar Sehun berhenti bicara yang aneh-aneh.

“Mereka sibuk bersama mate masing-masing,” jawab Sehun datar.

Jihyun tertawa, namun dia tahan sebisanya. “Jadi hanya kau yang sendirian? Aigoo kasihan sekali nasibmu.”

Sehun melotot tak suka. Tapi karena ada Kyungsoo, dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk membalas ucapan Jihyun. “Awas saja kau,” ancamnya sebelum beranjak pergi, dia melewati kedua pasangan itu kemudian berakhir dengan bantingan pintu.

“Sehun-a! Sehun-a! Yaa! ada telepon dari Daena! Eh? Kyungsoo-yaa, kau lihat ke mana perginya si kecil?” wanita anggun berkacamata yang memakai dress sederhana, baru saja berlari kecil sambil memanggil-manggil nama Sehun. Dia tidak menyadari bahwa di belakang Kyungsoo ada seorang gadis yang asing untuknya.

“Dia baru saja keluar.”

“Kau tahu kemana?”

Kyungsoo hanya menggeleng, wanita berkacamata itu pun menghela napas. Di saat itu lah netranya menemukan Jihyun. “Eh, siapa gadis di belakangmu itu?”

Ekspresi Kyungsoo berubah ceria. Dengan sedikit paksaan dia menarik lengan Jihyun hingga kekasihnya itu berdiri tepat di sampingnya. “Ini, Lee Jihyun, calon istriku.”

Kentara sekali bahwa pupil wanita berkacamata itu langsung membesar. “Benarkah? Jadi ini orangnya?”

Jihyun berdiri bak patung ketika wanita itu menelitinya dari bawah ke atas. Jihyun takut kalau wanita itu mengenalnya sebagai gadis bar, seperti respon Sehun ketika pertama kali melihatnya. Entah bagaimana nanti kalau benar begitu, kemungkinan terburuk yang akan terjadi adalah batalnya pernikahan mereka.

Grep

Aroma wangi yang menyegarkan langsung menyergap indera penciuman Jihyun. Dia sadar, wanita berkacamata itu sedang memeluknya.

“Hai Lee Jihyun. Aku Kwon Youngra. Senang sekali melihat gadis cantik ini adalah istri adikku.”

Pipi Jihyun sontak memerah. Dia tersenyum malu ketika Youngra menata rambutnya dengan sayang. “Terima kasih, unni.”

“Berterima kasih apa sih? Ah ya, kalian sudah makan malam? kalau belum ayo ke ruang makan sekarang. Suamiku sedang berbaik hati memasak untuk kalian.”

Mendadak ekspresi Kyungsoo berubah horror. “Tidak, aku sudah makan.”

“Kapan?” tanya Jihyun spontan.

Kyungsoo memberikan sinyal pada Jihyun untuk tidak bertanya apa-apa, tapi sinyalnya sulit ditangkap oleh pemikiran gadis itu. Akhirnya kebohongannya terungkap dan alhasil dia mendapat cubitan sayang dari Youngra.

“Sudahlah, sekali-sekali dicoba saja. Mood nya sedang baik sekarang, awas kalau sampai membuat mood nya buruk.”

Dengan enggan Kyungsoo mengangguk.

Mereka pun dikomando Youngra untuk semakin memasuki rumah tersebut. Rumah itu sekarang sudah berlantai dua, ditambah dengan beberapa kamar kalau-kalau ingin menginap di sana. Dapur dan ruang makan diperlebar, dan halaman depan yang semula tidak ada apa-apa sekarang dirombak menjadi sebuah taman mini.

Jika dulu rumah ini tanpa AC dan penghangat ruangan, sekarang pengendali suhu itu sudah terpasang di beberapa sudut. Ditambah pula LCD TV, almari pendingin, computer, dan berbagai perabot elektronik lainnya yang sebelumnya tidak ada di rumah itu.

Jihyun melangkah dengan malu-malu bersama Youngra, sementara Kyungsoo mengikuti mereka di belakang.

Geumanhae, sunbae~ kau membuatku geli~”

Samar-samar Jihyun bisa menangkap suara Sara. Sontak kepalanya menoleh ke kanan dan kiri mencari asal suara itu. Dia yakin suara itu tidak berasal dari jauh. Dan benar saja, tak berapa lama kemudian Jihyun menemukan kehadiran salah satu sahabatnya.

“Sara-ya.”

Gadis berambut hitam lurus sepanjang dada yang semula sedang asik bercanda dengan seorang pemuda, reflek menoleh begitu namanya disebut. Pupil matanya melebar seketika, detik berikutnya dia meloncat dari sofa itu dan memeluk Jihyun erat.

Uri Jihyun!!” pekiknya asal. Jihyun sampai berjengit akibat lengkingan keras di telinganya itu.

“Hai Kyungsoo-ya,” sahut Jongdae –pemuda yang tadi asik bercanda dengan Sara- sambil melambaikan tangan pada Kyungsoo.

Kyungsoo pun mendekat lalu menduduki tempat yang semula ditempati Sara.

“Wah, kalian ternyata sudah saling kenal, bagus lah. Ayo kita berkenalan dengan yang lain,” ajak Youngra pada kedua remaja itu sambil menuntun mereka menuju ruang yang lebih ramai dari ruang yang mereka pijak sekarang.

Kyungsoo tidak ikut, dia memilih untuk duduk di sana bersama Jongdae.

“Itu kekasihmu?” tanya Jongdae begitu ketiga gadis itu menghilang dari pandanganya.

“Ya, namanya Lee Jihyun.”

Jongdae mengangguk, “aku sudah pernah lihat dia dulu.”

“Sepertinya hanya aku yang tidak tahu kalau dia adik kelasku.”

“Tentu saja, di saat yang lain sibuk mencari kekasih, kau dan Sehun malah sibuk dengan urusan kalian.”

Kyungsoo tertawa ringan. “Kekasih bukan prioritas utamaku memang.”

“Biar kutebak, pasti kalian dijodohkan. Ya kan?”

Kyungsoo mengangguk, sama sekali tidak menampakkan keterkejutan berarti. “Ya, persis seperti yang kau katakan.”

Jongdae membenahi letak duduknya agar kakinya tidak terlipat di atas sofa lagi. “Pasti tidak mudah untuk menerimanya. Setidaknya, kau lebih beruntung. Jihyun adalah gadis baik.”

Kyungsoo mengangguk setuju. “Ya, kurasa begitu.”

“Andai saja saat itu kau tidak menyibukkan diri dengan urusanmu, aku yakin kau pasti akan bertemu Jihyun lebih cepat.”

Kyungsoo menggeleng. “Tidak, justru lebih baik begini. Aku sama sekali tidak menyesal dengan takdirku. Lagi pula aku tidak yakin, apakah jika aku bertemu dengannya lebih awal akhirnya akan sama seperti ini. Bukankah yang terpenting dari sebuah cerita adalah ending-nya?”

Jongdae mengangguk setuju. “Ya, kau benar sekali.”

Pemuda bermarga Do, tersenyum tipis seraya berpaling ke depan.

TBC

4 comments

Tinggalkan komentar