Pure Love ^8^


Genre: Romance, general, family, friendship

Length: Chaptered

Rating: G

Cast: Do Kyungsoo, Lee Jihyun, other cameo

.

.

@ohnajla|chosangmi15

.

Nothing is impossibble for pure love

Mahatma Gandhi-

.

Chapter sebelumnya: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7

.

Dalam perjalanan udara di langit Selandia Baru menuju Korea Selatan.

Waktu sudah menjelang malam, dan langit mulai kelam. Tak terlihat lagi segumpal awan yang biasa menarik perhatiannya. Semua gelap, bahkan bintang tak tampak satu pun. Benar-benar tak ada lagi yang bisa dilihat. Akhirnya Jihyun berpaling dari kaca jendela itu.

“Selamat malam. Maaf mengganggu, ini hidangan makan malamnya.”

Jihyun membiarkan pramugari cantik itu menghidangkan menu makan malam di mejanya serta meja Kyungsoo. Sesekali dia melirik pria di sebelahnya yang masih asik membaca buku.

“Silahkan dinikmati.”

Pramugari itu pun pergi. Akan tetapi Kyungsoo tetap tidak berpaling dari bukunya.

Perlahan namun pasti Jihyun mengulurkan tangannya untuk menyentuh tangan kiri Kyungsoo yang terkulai di pembatas kursi. Gesekan antar kulit mereka spontan membuat Kyungsoo menoleh.

Oppa.”

Kyungsoo segera menyimpan bukunya dan memusatkan pandangan pada gadis itu. “Hm?”

Jihyun sangat senang Kyungsoo membalas panggilannya, begitu senangnya sampai-sampai dia ingin menangis. Namun sekuat tenaga dia menahannya. “Kupikir kau tidak mau menjawab panggilanku.”

Kyungsoo masih menatapnya dengan tenang. “Kenapa berpikir begitu?”

“Karena… semua yang kau katakan itu benar. Kupikir kau marah, jadi-”

“Aku tidak punya hak untuk marah.”

“Itu salah! Kau berhak untuk marah padaku. Kau bukan orang asing,” Jihyun menggigit bibirnya, menahan diri untuk tidak menangis lagi.

Kyungsoo yang semula tidak melakukan apapun, sekarang mulai membalas genggaman Jihyun. “Sebelum pikiran masa lalumu benar-benar hilang, aku masih menjadi orang asing untukmu.”

“Bisakah kau berhenti bicarakan itu?”

Kyungsoo menggeleng, pelan tapi tegas.

Lagi-lagi Jihyun menggigit bibir bagian bawahnya. “Bagaimana kalau tidak bisa hilang?”

“Ya… aku juga tidak bisa.”

Jihyun melepas tautan tangannya dari genggaman Kyungsoo dengan paksa. Dia memutar tubuhnya ke kiri membelakangi pria itu. Saat ini yang ia butuhkan adalah kesendirian. Sayang sekali, dalam perjalanan seperti ini bersama satu-satunya orang yang ia kenal, dia tidak bisa menumpahkan kesedihannya pada siapapun bahkan apapun. Tidak wine, tidak pula obatnya. Sekarang dia diharuskan menyelesaikan masalahnya sendiri.

Tanpa ada pelampiasan, semua rasa sakit itu benar-benar menyiksanya.

**

Di sebuah garis perbatasan antara pantai dengan padang rumput, seorang gadis dan pemuda duduk dalam posisi sejauh dua meter antara satu dengan lainnya. Si gadis duduk sambil memeluk lututnya, dia memakai long dress hijau tanpa lengan yang mirip dengan hijaunya rerumputan. Sementara si pemuda yang duduk bersila memakai atasan dan bawahan pendek berwarna putih gading, putih yang sama seperti warna pasir pantai.

Meski ada jarak yang memisahkan mereka, namun mereka tetap dapat melihat satu sama lain dengan jelas.

“Bukannya waktu itu kau bilang kau bersedia melangkah bersamaku? Tapi kenapa sekarang kita terpisah lagi?!” nada bicara gadis itu meninggi di akhir kalimat. Kulit pucatnya nampak memerah.

“Kau lah yang membuat kita terpisah,” balas si pemuda dengan tenang. Tubuhnya tidak goyah sedikit pun meski angin laut berhembus cukup kencang ke arahnya.

“Aku? Kenapa aku? Kenapa semua kesalahan kau limpahkan padaku?!”

“Aku tidak sedang menyalahkanmu.”

“Lalu kenapa? Kenapa aku yang membuat jarak di antara kita?”

“Apa kau benar-benar tidak menyadari kesalahanmu? Kau sungguh tidak menyadarinya?”

Gadis itu menggeleng pelan, wajahnya pias.

“Kau selalu melihat ke belakang. Kau tidak pernah yakin untuk melangkah ke depan. Aku selalu menarikmu ke depan tapi… kau bersikeras untuk kembali ke belakang. Dan sekarang lihatlah. Sejauh inilah jarak di antara kita sekarang.”

“Kau sama sekali tidak memahami perasaanku,” ucap si gadis di sela-sela isakannya.

“Kau salah, aku selalu mencoba untuk memahamimu.”

“Tidak! kau tidak memahami perasaanku! Tidak!”

“Kenapa kau berpikir begitu?”

“Jika kau memahami perasaanku, kau tidak akan menyakitiku seperti itu. Memang benar, aku selalu melihat ke belakang, tapi harusnya kau tahu bagaimana kerasnya aku berjuang untuk melupakannya. Ini bukan hal yang mudah untukku, seharusnya kau mengerti itu semua.”

“Aku telah mencoba untuk mengerti.”

“Tapi kenapa kau tetap seperti ini?!”

“Karena aku ingin kau benar-benar mendekat padaku.”

“Maksudmu?” gadis itu menatap si pemuda dengan wajah berurai air mata.

“Mendekatlah. Jika kau tidak berinisiatif untuk bergerak, bagaimana bisa semua itu akan terlupakan? Semua itu keputusanmu. Kau lah yang harus memerangi bayangan masa lalumu sendiri.”

Gadis itu terdiam untuk beberapa saat. Entah bagaimana langit yang semula cerah tanpa awan dan matahari, tiba-tiba berubah menjadi kelam. Petir mulai bersaut-sautan, berkompetisi untuk saling menghujam ke arahnya. Angin bertiup sangat kencang, diikuti ombak besar yang datang bersamaan dari laut. Tanah seolah melebar dari ukuran semula, semakin memperlebar jarak di antara keduanya. Bayangan pria itu makin lama makin kecil di matanya. Dia mulai takut.

“Tidak. Tidak. Jangan!!!!”

Tampak di netranya bahwa pemuda itu berdiri. Tangan kanannya terulur ke depan. “Kemarilah.”

Entah dari mana datangnya, tiba-tiba muncullah sulur-sulur akar yang bergerak cepat menghampirinya. Dalam sekejap kaki, tangan dan pinggangnya sudah dililit oleh sulur akar yang berdiameter besar itu. Dia tidak bisa bergerak.

Kenapa?

Ctar! Ctar!

Terasa nyeri yang begitu menyengat di bagian lengannya. Garis luka terbentuk di sana, tidak mengeluarkan darah akan tetapi berhasil merobek jaringan epidermis kulitnya.

“Akh!”

Kau lah yang harus memerangi bayangan masa lalumu sendiri

Gadis itu mengarahkan pandangannya kembali ke depan. Si pemuda masih berada di sana, menunggunya untuk segera meraih tangan itu. Ya, kini saatnya dia memerangi dirinya sendiri. Sulur-sulur itu, petir itu, ombak itu dan angin itu… semua… harus dia bereskan sendiri!

Api seakan muncul dari dalam tubuhnya. Sekuat tenaga ia pun bangkit dari duduk, melawan tarikan sulur-sulur akar itu. Kakinya bergerak selangkah ke depan. Tetap dalam posisi tegak meski terus ditarik ke belakang, disambar aliran listrik yang panas, digempur oleh air yang deras bahkan digoyahkan oleh angin yang kencang. Dia harus bisa! Tak peduli sesulit apapun itu, dia tetap harus bisa!

Dia terus melangkah ke depan. Sudah tak dihiraukannya lagi semua hal yang berusaha menariknya ke belakang. Semakin dekat, semakin terlihat pula bayangan pemuda itu. Sedikit lagi dia pasti bisa. Ya, dia sangat yakin.

Satu sulur berhasil terlepas dari kaki kirinya. Akan tetapi petir semakin ganas menyambarnya. Kedua lengannya yang tidak tertutupi kain sudah seperti daging yang terbakar. Sangat menyakitkan apalagi diterpa angin dan air.

“Sedikit lagi.”

Gadis itu menelan rasa sakitnya. Barusan dia mendengar si pemuda berkata begitu dan hal itu membuatnya semakin optimis. “Ya, sedikit lagi.”

.

.

.

Bruk.

“Aku… berhasil..”

**

H-10 pernikahan mereka.

Jihyun terbangun di rangkulan lengan kekar. Dia hanya mengerjap-ngerjap, enggan melakukan apapun agar lengan ini tetap melingkari pundaknya. Ternyata tidur dalam posisi ini nyaman sekali. Berbantalkan tubuh pria itu dan berselimutkan jaket pria itu. Dia tak ingin momen ini berlalu begitu saja.

Cup.

Gadis itu terkejut. Apa jangan-jangan Kyungsoo sudah bangun atau memang tidak tidur sejak tadi?

“Sudah bangun?”

Jihyun reflek menoleh. Dia menemukan wajah bangun tidur Kyungsoo yang sedang tersenyum. “Eum.”

“Kita sudah dekat dengan Korea,” bisik pria itu seraya mengelus rambutnya.

“Benarkah?”

“Eum. Lebih baik jangan tidur lagi.”

Jihyun membalasnya dengan anggukan sekaligus sebuah senyuman.

**

Mereka sampai di apartemen pukul 18.00. Karena lelah, mereka tidak sempat membongkar barang-barang bawaan mereka. Keduanya langsung membersihkan diri di kamar mandi yang ada di kamar masing-masing.

Setelah selesai dan sudah memakai baju tidur, Jihyun berinisiatif mengunjungi kamar Kyungsoo. Entah mengapa tiba-tiba dia merindukan pria itu. Mungkin karena sewaktu di Selandia Baru mereka terbiasa seruangan bersama, jadi rasanya cukup aneh ketika harus kembali terpisah lagi.

Dok dok dok

Oppa. Bolehkah aku masuk?”

“Ya.”

Cklek.

Aroma maskulin yang khas langsung menyerbu indera penciuman Jihyun. Gadis itu tertegun untuk beberapa saat di ambang pintu.

“Masuklah,” seru seorang pria yang kini sedang duduk di kursi meja belajar, menghadap sebuah buku yang Jihyun yakini sebagai buku bacaan.

Jihyun menutup pintu dengan perlahan sebelum berjalan mendekati pria itu. “Kau sedang membaca buku?”

“Ya,” balas Kyungsoo singkat. Ada kacamata baca yang memenjara kedua matanya.

Jihyun menarik sebuah kursi untuk duduk di sisi pria itu. “Buku apa?”

“Musik.”

“Wah.. kau sangat menyukai musik.”

Kyungsoo sama sekali tak merespon. Dia membuka halaman selanjutnya.

“Apakah impianmu lima tahun ke depan adalah menjadi seorang musisi?”

“Tidak.”

“Lalu?”

“Aku ingin menjadi guru musik.”

“Ah.. seorang guru. Itu impian yang sangat mulia.”

“Lalu bagaimana denganmu?”

Jihyun memandang pada buku yang dibaca Kyungsoo, namun pikirannya tidak ke sana. “Sama. Aku mungkin akan memutuskan menjadi seorang pengajar.”

“Pengajar apa?”

“Balet.”

Kyungsoo reflek menoleh. “Balet?”

“Eum. Yah.. kau memang tidak tahu kalau aku punya bakat. Kau pikir aku hanya seorang gadis remaja yang urakan? Kau salah besar,” senyum kemenangan tercetak di wajah tirus itu.

“Itu sangat mengejutkan,” ucap Kyungsoo dengan nada datar sedatar-datarnya.

“Aku belajar balet selama empat tahun, dan berhenti setelah peristiwa kecelakaan waktu itu.”

“Kai juga seorang ballerino. Kenapa sewaktu pentas seni kalian tidak duet saja?”

“Bukankah sudah kubilang, aku berhenti total setelah peristiwa kecelakaan itu,” jawab Jihyun tenang. Dia sama sekali tidak memudarkan senyumnya terlebih sambil memandangi pria itu.

“Jika itu impianmu, kenapa kau harus berhenti?”

“Untuk ukuran ballerina, aku tidak bisa karena kakiku terluka. Tapi aku tetap bisa menjadi seorang pengajar.”

“Ah, begitu rupanya,” Kyungsoo kembali fokus pada bacaannya.

Merasa diabaikan, Jihyun pun berinisiatif melakukan sesuatu. Dia mengambil sebuah kertas HVS dan sebuah pensil. Dengan kedua benda itu dia mulai menuangkan bakatnya yang lain. Menggambar.

Dimulai dari garis-garis yang dia torehkan secara tak tentu, lalu dilanjutkan dengan garis-garis lain yang mulai menampakkan bentuk wajah. Kemudian ditambah dengan sedikit arsiran pada bagian-bagian tertentu. Dan bingo! Jadilah sebuah sketsa wajah yang sudah pasti tidak asing bagi Kyungsoo.

“Dengan kacamata baca itu, kau terlihat seperti Harry Potter,” ucap Jihyun sembari memperlihatkan hasil sketsanya. Ya, dia baru saja menggambar Kyungsoo.

Kyungsoo sendiri sedang asyik melihat sketsa wajahnya itu. Dia mengangguk-angguk kecil seakan mengatakan pada Jihyun bahwa gambar itu bagus. Lagipula sangat mustahil kalau hasil gambar Jihyun buruk. Dulu sebelum mengenal balet, Jihyun sudah dikenal sebagai seorang seniman muda. Gambar-gambarnya yang berkelas dan artistic sempat mendapat penghargaan dari seorang seniman seni rupa ternama.

“Kusarankan kau ambil jurusan seni rupa setelah lulus SMA. Gambarmu terlalu bagus untuk disia-sia,” ucap Kyungsoo seraya mengembalikan kertas HVS itu ke tangan Jihyun.

Jihyun menerimanya sambil tersenyum senang. “Terima kasih, dan maaf aku menolak saranmu.”

Dahi Kyungsoo berkerut bingung. “Wae?

“Aku tidak akan melanjutkan kuliah, itu termasuk perjanjian antara aku dengan ayah.”

“Kenapa begitu?”

“Alasan awalnya hanya karena aku bosan dengan bangku sekolah. Tapi sekarang, alasannya bertambah karena dirimu. Kau tidak lupa kan kalau aku adalah calon istrimu?”

“Aku tidak keberatan kalau kau ingin kuliah meski kita sudah menikah,” balas Kyungsoo.

“Ah… tapi sayang sekali, aku tidak berminat untuk melanjutkan studi.”

Kyungsoo sedikit jengkel mendengarnya. Keras kepala gadis itu muncul lagi. Ugh… bagaimana bisa ada gadis yang begitu keras kepala sepertinya? Kyungsoo benar-benar tak habis pikir.

“Yah! Terserah. Sekarang keluarlah dari kamarku. Aku mau tidur.”

Kyungsoo menutup buku, melepas kacamata dan mematikan lampu belajar. Ia pun bangkit kemudian beringsut mendekati ranjangnya. Tanpa memedulikan Jihyun, dia langsung merebahkan tubuhnya dan membungkusnya dengan selimut yang tebal nan hangat. Lampu utama telah dipadamkan, diganti oleh lampu tidur yang hanya ada satu-satunya di atas nakas. Kyungsoo akan bersiap tidur sebelum menyadari seonggok manusia yang masih berada di dekat meja belajarnya.

Yaa. Kau sedang apa di sana? Cepat kembali ke kamarmu!”

“Ngh? A-ah.. baiklah,” gadis itu lekas bangkit sekalian mengembalikan kursi yang barusan didudukinya.

Sebelum dia keluar, anehnya dia malah mendekat ke tempat tidur Kyungsoo.

Yaa, kenapa malah kemari?”

Cup

“Selamat malam, oppa.”

Kyungsoo tak menjawab. Netranya mengikuti kemana gadis itu pergi. Hingga blam! Pintu kamarnya kembali tertutup.

“Dia itu baru kerasukan apa? Aigoo, mengerikan sekali,” Kyungsoo pun menghadapkan tubuhnya ke kanan, terlelap beberapa saat kemudian.

**

H-9 pernikahan mereka..

“Nanti akan kujemput sepulang sekolah. Tunggu dan jangan coba-coba untuk pergi,” ucap Kyungsoo saat mereka baru saja sampai di SMA Daesang. Taxi yang tadi mereka tumpangi sudah pergi.

Arraseo,” balas Jihyun patuh. Dia terus memandang pria di hadapannya dengan senyum, baginya pagi ini Kyungsoo terlihat sangat tampan.

“Senyummu mengerikan, sudah sana pergi,” ketus Kyungsoo seraya mengisyaratkan Jihyun untuk segera pergi dari hadapannya.

Belum saja Jihyun menjawab, tiba-tiba seseorang atau bahkan lebih datang menginterupsi percakapan keduanya.

OMO! Kyungsoo sunbae!”

Jihyun melotot ke asal suara. Dia mengenal betul suara itu, siapa lagi kalau bukan Cho Haera.

Yaa!” pekiknya kesal.

“Wah, bagaimana bisa kau ada di sini? aigoo.. aku sudah lama tidak bertemu denganmu, sunbae,” ujar Haera tanpa sedikit pun mendengar pekikan Jihyun. Dia sangat antusias melihat kehadiran Kyungsoo di tempat ini, seorang sunbae yang cukup berarti untuknya.

“Atau jangan-jangan…” Sara melihat Jihyun dan Kyungsoo bergantian. Tak lama kemudian terbentuklah sebuah senyum. “Ah.. romantis sekali.”

Hyung!

Keempat orang itu menoleh ke asal suara. Seorang pemuda berseragam lengkap dan rapi berjalan bak model mendekati mereka. Pemuda yang jauh lebih tinggi, lebih putih kulitnya dan lebih tampan mungkin, tak lain tak bukan adalah Oh Sehun.

“Oh maknae,” balas Kyungsoo sembari meraih lengan Sehun dan menariknya untuk berdiri di dekatnya.

“Dia siapa?” tanya Jihyun bingung. Sepertinya hanya dia satu-satunya orang di tempat itu yang tidak tahu menahu identitas pemuda dengan wajah penuh plester di hadapannya.

“Jadi dia gadis yang kau maksud itu?” Sehun juga ikut memberi pertanyaan pada Kyungsoo. Dia menoleh pada hyungnya, menunjukkan ekspresi datar yang sebenarnya mengandung rasa penasaran dan ketidakpercayaan yang tinggi.

“Eum. Dia Lee Jihyun dan Jihyun-a, inilah Oh Sehun.”

Sehun menghela napas. “Jangan memintaku untuk menjaganya.”

Kyungsoo hanya tersenyum penuh arti. Sehun yang tahu betul arti senyum itu hanya bisa menerimanya dengan pasrah. Beginilah resiko menjadi yang termuda. Dia harus menjaga para kekasih hyungnya. Dimulai dari kekasihnya sendiri, Kim Daena, lalu kekasih sepupu yang dibencinya Park Jung Ah, kemudian gadis kembar kekasih Chanyeol dan Jongdae dan sekarang calon istri Kyungsoo.

Arraseo.”

Setelah puas bercakap-cakap, Kyungsoo pun pamit. Selain itu bel masuk juga sudah berbunyi. Sehun membuntuti kemana ketiga gadis itu pergi.

**

Di saat Kyungsoo akan menjemput Jihyun, tak sengaja dia menabrak seorang anak laki-laki yang awalnya sedang berlari sambil memegang balon. Berkat insiden itu si anak terjatuh dan balon di tangannya terlepas. Anak berumur 7 tahun itu menangis.

“Huwaa!!”

Adeul, hyung minta maaf,” ujar Kyungsoo panik. Dia bingung harus melakukan apa pada anak itu.

“Inseong-a!” seorang pria dewasa dengan cemas berlari menghampiri anak laki-laki itu. Dia berjongkok untuk memeriksa tubuh Inseong kalau-kalau ada yang terluka.

“Syukurlah kau tidak apa-apa,” gumam pria dewasa itu sembari menghela napas lega.

“Maaf, aku tidak sengaja menabraknya,” ucap Kyungsoo kemudian. Dia membungkuk sopan sebagai permintaan maafnya.

Pria dewasa itu memperhatikan Kyungsoo sejenak. “Oh tidak apa. Maafkan anakku juga.”

Kyungsoo terkejut mendengarnya. Pria dewasa tadi menyebut anak laki-laki itu sebagai anaknya? Tapi… bagi Kyungsoo, pria itu hanya beberapa tahun saja di atasnya, sungguh tidak mungkin kalau memiliki anak berusia 7 tahun.

“Tidak perlu mengganti balonnya juga,” ujar pria itu sebelum Kyungsoo bicara.

“Aku benar-benar minta maaf.”

Pria dewasa itu hanya tersenyum.

**

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak tadi. Para siswa sudah banyak yang kembali ke rumah masing-masing. Tidak aneh juga kalau SMA Daesang langsung sepi saat itu juga. Namun Jihyun masih betah duduk di bangku halte. Tubuhnya sedikit meremang karena angin malam. Sangat berbahaya sebenarnya kalau seorang gadis apalagi yang masih pelajar duduk sendirian di halte saat malam hari. Tapi untunglah kondisi Jihyun tidak berbahaya sekarang. Ada seorang lelaki yang bersedia menemaninya.

Hyung tidak menelponmu?”

Jihyun mengecek ponselnya sebentar, lalu, “tidak.”

Sehun melirik arlojinya, dia menghela napas berkat angka yang ditunjuk oleh jarum pendek tersebut. dia pun menoleh untuk memperhatikan Jihyun.

“Kau benar-benar calon istri hyung?”

Jihyun ikut menoleh. “Wae?”

Sorot mata Sehun mulai memicing, sedikit membuat Jihyun cemas. “Aku sering melihatmu keluar masuk pub. Malah aku pernah melihatmu pulang ditemani seorang bartender.”

“B-bagaimana kau bisa tahu?” ketakutan mulai nampak jelas di netra Jihyun. Awalnya gadis itu pikir Sehun tidak pernah melihat dia sebelumnya, ternyata…

“Itu tidak penting sekarang. Aku hanya heran, pria seperti hyung akan menikahi gadis sepertimu.”

Detik itu rasanya angin berhembus lebih kencang seolah membawa benda-benda tajam yang berhasil menusuk hingga tulang-tulangnya. “Apakah benar-benar seperti itu?”

“Aku tidak pernah menyangka.”

Tak lama kemudian Kyungsoo datang. pria itu baru saja turun dari taxi, lalu segera menghampiri Jihyun.

“Maaf. Apakah kau sudah menunggu lama?”

Jihyun masih tetap memicing pada Sehun. Kemudian ia pun bangkit dan menarik lengan Kyungsoo untuk segera masuk ke dalam taxi.

“Oh? Sehun-a, terima kasih banyak. Hati-hati di jalan,” Kyungsoo menyempatkan diri melambai pada Sehun sebelum tangannya ditarik paksa oleh Jihyun untuk masuk ke taxi.

Taxi itu merangkak pelan meninggalkan Sehun sendirian.

**

“Apa ada yang terjadi antara kau dan Sehun?” tanya Kyungsoo ketika keduanya sedang menikmati makan malam bersama. Kyungsoo makan seperti biasa namun Jihyun seperti orang yang kehilangan napsu makan.

“Bolehkah aku bertanya satu hal padamu?”

“Eum, tanyakan saja,” balas Kyungsoo tenang.

Jihyun meletakkan sumpitnya di dekat mangkuk. Kemudian dia berfokus pada Kyungsoo. “Menurutmu, aku gadis seperti apa?”

“Apakah aku harus menjawabnya? Kupikir itu sudah jelas.”

“Apa sekarang pun masih sama?”

Kyungsoo memperhatikannya sekilas. “Kau berseteru dengan Sehun karena itu?”

Jihyun tiba-tiba bangkit. “Aku sudah selesai.”

Dan tanpa diduga, Kyungsoo juga ikut bangkit. Pria itu dengan cepat meraih tangan Jihyun lalu menariknya agar berdiri berhadapan.

“Aku ingin mendengarnya langsung darimu. Bagaimana kita bisa menikah kalau aku masih bukan gadis yang pantas untukmu.”

“Seharusnya kau tidak perlu mendengar ucapan Sehun.”

“Kenapa tidak? dia terus menyebutmu ‘hyung’, aku tahu hubungan kalian dan EXO adalah hubungan keluarga, bagaimana bisa aku menjadi istrimu kalau salah satu temanmu di EXO tidak menyukaiku,” kedua mata Jihyun tampak memerah. Antara marah dan tangis bercampur menjadi satu.

“Itu hanya masalah waktu. Sehun belum benar-benar mengenalmu.”

Jihyun menggeleng. “Dia tahu. Dia tahu siapa aku.”

Kyungsoo menghela napas. “Istirahatlah. Kau pasti kelelahan di sekolah.”

Jihyun melepas paksa tangan Kyungsoo yang masih mencengkram lengannya. “Aku tidak sedang kelelahan. Aku hanya… hanya ingin terlihat baik di depan teman-temanmu. Aku sudah tahu sejak awal kalau ini tidak akan berhasil. Ya, siapapun tidak menginginkan diriku. Appa, kau dan semua orang.”

Belum sempat Kyungsoo menjawab, Jihyun sudah berlari menuju kamar utama. Pintu dibanting dengan keras, sanggup membuat lantai yang Kyungsoo pijak bergetar pelan.

Kyungsoo menghela napas. Dia melihat pintu kamar utama sebentar, sebelum memutuskan untuk kembali ke meja makan membersihkan semua peralatan di sana.

Sementara itu di kamar, Jihyun sedang sibuk mencari obat anti depresannya di laci. Begitu ketemu, dia mengeluarkan tujuh pil sekaligus dan dilahap mentah-mentah. Tidak peduli seberapa pahitnya obat itu ia kunyah, dia tetap menelannya. Setelah itu dia pergi ke kamar mandi yang ada di kamarnya, duduk di dalam bath tub yang ia isi dengan air.

Setelah Kyungsoo selesai dengan urusan dapur, dia berinisiatif untuk membawakan Jihyun secangkir cokelat panas. Tanpa perlu diberitahu, dia sudah mengerti kenapa Jihyun tiba-tiba seperti itu. Gadis yang sebentar lagi akan menjadi istrinya itu sepertinya hanya belum siap untuk menerima kritikan banyak orang tentangnya.

Dok dok dok

“Bolehkah aku masuk?”

Kyungsoo menempelkan telinganya di pintu. Dia menunggu selama beberapa detik namun tak ada jawaban sedikit pun.

Dok dok dok

“Jihyun-a? aku masuk ya?”

Cklek

Tidak terkunci.

Kyungsoo pun melangkah masuk. Dia tidak menemukan siapapun. Saat mendengar suara air, dia beranggapan bahwa Jihyun sedang berada di kamar mandi. Ia pun meletakkan cangkir cokelat panas itu di atas nakas. Berkat itu, dia menemukan sesuatu yang berserakan di atas tempat tidur.

“Ini…”

DEG!

TBC

12 comments

  1. ohhh itu pasti overdosis yaa .. cepet kyung bawa ke rumah sakit kasihan .. jihyun udh tau kalau do itu exo ? yaudahlah ya semoga mereka bisa bersatu dan anak” exo pasti nerima .. oke ditunggu lanjutannya yaa

    Disukai oleh 1 orang

  2. Ih sebenarnya jihyun kan udah mau berubah,,dan kyungsoo udah tambah so sweet,,mereka cocok bgt,sama sama suka bidang seni,bener bener keren… Tapi kasian jihyun,

    Disukai oleh 1 orang

  3. Senin dri awal cerita tntng exo muncul km dy yg pertama.. dan kata” nya masih pdas”. Datar bgt lagi.. mmng hx dana dan mmber exo yg tahu dy sbnarnya… tpi gak sekadar ini juga kali omngan mu hun…

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar