Pure Love ^6^


Pure Love

Genre: Romance, general, family, friendship

Length: Chaptered

Rating: G

Cast: Do Kyungsoo, Lee Jihyun, other cameo

.

.

@ohnajla|chosangmi15

.

Nothing is impossibble for pure love

Mahatma Gandhi-

.

Chapter sebelumnya: 1 | 2 | 3 | 4 | 5

.

H-14 pernikahan mereka.

Pagi hari di udara, Kyungsoo terbangun. Lehernya terasa sakit karena tidur dalam keadaan yang tidak sewajarnya. Dia bergerak sedikit, memancing sendi-sendi alat geraknya.

Kkkrtk kkkrtk

Ouh… rasanya sakit sekali. Entah sudah berapa jam dia tidur dalam keadaan duduk, yang pasti dia sudah tidur lama.

Ia baru menyadari ada sosok yang masih membebani bahunya ketika ia ingin menarik tangan kanannya. Dia pun menoleh.

Tik.

Tik.

Tik.

Aroma itu kembali menggoda indera penciuman Kyungsoo. Dia hampir saja tidak bisa menahan diri, beruntung ada seorang pramugari yang datang menemui mereka.

“Selamat pagi. Maaf mengganggu. Ini hidangan sarapan anda. Semoga perjalanan anda menyenangkan. Sampai jumpa,” setelah menghidangkan dua porsi makanan ditambah dua gelas minuman, si pramugari itu beranjak pergi bersama kereta dorongnya.

Antara Kyungsoo dan Jihyun sama-sama menjauhkan diri. Mereka mengalihkan perhatian pada hidangan di depan mata. Hidangan itu sungguh menggugah selera. Walau simple, namun setidaknya bisa menjadi pengisi perut yang kosong.

Setelah isi di piring dan gelas itu ludes, datanglah pramugari lain yang bertugas mengambil semua itu. Mereka berdua berterima kasih, yang dibalas dengan senyum anggun dari wanita berperawakan mendekati sempurna itu.

Setelah si pramugari itu pergi, keduanya kembali terjebak dalam situasi canggung. Mereka hanya duduk tanpa melakukan apapun. Kyungsoo asik melihat pemandangan udara dari kaca sementara Jihyun sibuk melihat para pramugari yang lalu lalang.

“Mereka sempurna.”

Kyungsoo reflek menoleh. Dia bisa melihat arah pandang Jihyun yang masih terpaku pada para pramugari.

Jihyun sendiri ikut menoleh, sengaja karena dia ingin bertatapan dengan Kyungsoo. “Kau tahu, dulu ayah terobsesi sekali menjadikanku sebagai pramugari. Seperti mendiang ibu. Cantik, tinggi, sempurna dan dipuja-puja banyak orang. Ayah bertekad untuk terus menjagaku dari apapun agar nantinya aku bisa menjadi seperti ibu. Tapi semua itu sia-sia. Sekarang kau bisa lihat, seberapa berbedanya aku dengan para pramugari itu.”

Awalnya Kyungsoo tidak habis pikir kenapa Jihyun tiba-tiba mengatakan hal itu. Tapi, ucapan gadis itu barusan membuat Kyungsoo kembali mengingat mimpinya semalam.

“Kenapa semuanya jadi sia-sia?”

Jihyun mengangkat sedikit roknya. Di sanalah tercetak sebuah bekas luka yang tidak akan pernah hilang sampai kapanpun. “Di saat kecelakaan merenggut nyawa ibuku, di saat itu pulalah kaki ini terluka. Aku tidak tahu pastinya bagaimana, yang kuingat, aku sudah terbangun di rumah sakit seminggu setelah kejadian itu.”

“Ah, jadi seperti itu.”

“Ya. Ayahlah yang paling terpuruk. Dia kehilangan istri yang dicintainya dan dia juga kehilangan harapannya padaku,” ujar Jihyun lemah sembari menurunkan kembali roknya. “Dari situlah awal mula kehidupan yang hampa dan penuh kesendirian. Kisah itu merupakan bagian terburuk dalam ingatanku.”

Kyungsoo hanya memandangnya dalam diam. Tak seperti biasanya, tatapannya ini memancarkan suatu kelembutan. Dan kelembutan itu diwujudkan dalam bentuk tindakan. Dia mengusap puncak kepala Jihyun dengan lembut, sampai-sampai Jihyun menoleh terkejut.

“Jangan merasa bersalah. Apapun yang telah terjadi padamu itu bukanlah salahmu. Tuhan sedang merencakan sesuatu yang lebih baik untukmu. Mungkin bukan sebagai pramugari. Aku yakin, jika kau bisa lebih mengenal dirimu, maka kau akan tahu kemana nasib akan membawamu. Lakukan apa yang mampu kau lakukan dari pada melakukan apa yang kau inginkan. Itu akan lebih berguna untukmu.”

Lambat laun Jihyun tersenyum. Dia mengangguk pelan.

**

Jam makan siang telah berlalu. Meski begitu mereka tetap berada di udara. Kalau hanya duduk diam sambil melihat-lihat sekitar, itu sangat membosankan. Tapi kalau mengobrol, sepertinya lain lagi.

“Ah.. bosan,” gumam Jihyun sambil merentangkan kedua tangannya ke atas. Matanya sudah tidak seberbinar pagi tadi. Dia bosan melihat para pramugari yang terus lalu lalang tanpa kenal lelah.

“Aku membawa banyak buku, baca saja kalau mau,” balas Kyungsoo tanpa sedikit pun mengalihkan perhatiannya ke gadis itu. Dia sedang larut dalam bacaannya, karena buku yang dia pegang ini adalah buku tentang sejarah musik, butuh konsentrasi penuh untuk memahami kata-kata sulit di dalamnya.

Jihyun memperhatikan sekilas tumpukan buku yang ada di meja mereka. Semuanya tentang music, tidak ada satu pun yang mengangkat materi sains atau teknologi. Hal itu menunjukkan bahwa Kyungsoo memang sangat menggilai music, mulai dari sejarah, teori, hingga kamus music pun ada. Jihyun tak habis pikir. Buku setebal dan sebanyak itu apa iya bisa tertampung begitu saja di otak? Bukan bermaksud menyanggah fakta bahwa otak manusia memiliki kapasitas bergiga-giga byte. Tapi… terkadang apa yang kita baca, justru paling mudah kita lupakan. Beda lagi kalau memang dipraktekkan.

“Apakah itu sangat menarik?” tanya gadis itu sembari mencondongkan tubuhnya mendekati Kyungsoo. Kyungsoo sendiri menjawabnya dengan tenang.

“Seperti saat kau tertarik pada seseorang.”

Jawaban yang di luar dugaan. Jawaban yang sukses membuat dahi Jihyun berkerut. “Sebegitunya?”

“Ya, memang harus seperti apa lagi?”

Bola mata Jihyun ikut bergerak ketika Kyungsoo membuka lembar selanjutnya. “Kau bisa memahami semua tulisan itu? wah… tulisan-tulisan itu seperti semut hitam yang sedang berbaris.”

“Sssh, menyingkirlah. Aku perlu konsentrasi,” Kyungsoo mendorong dahi Jihyun dengan telunjuknya sampai kepala gadis itu berhasil tersingkir dari hadapannya.

Jihyun merengut tak suka, dia mengusap bekas sentuhan Kyungsoo di dahinya.

Berharap Kyungsoo mau berpaling padanya, tapi sayangnya itu tidak mungkin terjadi. Kyungsoo sudah tenggelam dalam bacaannya, mustahil kalau dia rela mengabaikan bacaan itu demi Jihyun. Kyungsoo bukanlah tipe yang seperti itu tentu saja. Alhasil Jihyun pun memutuskan untuk ikut membaca saja. Dia mengambil sembarang buku, lalu dibacanya dari sembarang halaman.

Moreover, I cannot communicate tou you the observations I have made during the last few days touching my own life –if our hearts were always close together I would make none of the kind.”

Kyungsoo reflek menoleh. Dahinya berkerut berkat apa yang barusan dibaca oleh Jihyun. Matanya melirik buku itu sekilas. Ah, rupanya yang Jihyun ambil adalah buku biografi dari sang maestro music klasik, Ludwig van Beethoven.

My heart is full of so many things to say to you –ah- there are moment when I feel that speech amounts to nothing at all.”

“Kau memahami maksud kalimat barusan?” tanya Kyungsoo setelah Jihyun selesai membacakan kalimat terakhir.

“Iya… dan tidak. Hanya saja aku bisa menangkap perasaan Beethoven yang begitu dalam.”

Kyungsoo meletakkan buku yang dipegangnya di atas meja. Dia beralih merebut buku dari tangan Jihyun, melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan pada buku sebelumnya.

“Baiklah, lupakan tentang Beethoven. Sekarang berceritalah, aku yakin kau membaca kalimat-kalimat itu sebagai ungkapan keinginanmu.”

“Bagaimana kau bisa tahu?”

Kyungsoo menggendikkan bahu. “Aku hanya menebak.”

Jihyun sedikit tak percaya. Namun dia berusaha melupakan itu dan mulai membuka obrolan.

“Aku sebenarnya bingung mau bicara dari mana. Ngh… tapi… waktu itu, saat hari pertama kita tinggal se-atap, kau benar-benar bertemu dengan seorang bartender yang mengantarku pulang?”

Kyungsoo mengangguk cepat.

“Benarkah? Dia tidak bicara apa-apa kan? kau tidak bicara apa-apa juga kan?”

Dahi Kyungsoo nampak berkerut. “Memang kenapa?”

“Jawab dulu! Kau sungguh tidak bicara apa-apa ke dia kan?”

“Kurasa tidak.”

“Sungguh?”

“Entahlah, aku sudah lupa.”

Jihyun hanya cemberut mendengarnya. “Kuharap memang tidak.”

“Memang aku harus bicara seperti apa ke dia? Aku adalah calon suamimu begitu?”

Jihyun mengangguk malu-malu. “Y-ya seperti itu kira-kira.”

Kyungsoo berdecak dan mengalihkan pandangan. “Apa yang harus dibanggakan kalau aku akan menikahi gadis pemabuk? Yang ada justru mempermalukan diri sendiri.”

JLEB! Duh… rasanya seperti ada pisau super tajam yang menancap di jantung Jihyun. Malu? Tentu saja. Merasa terhina? Tentu saja. Tapi mau bagaimana lagi. Mengelak, juga salah, menerima, malah makin memalukan. Kyungsoo benar. Ya, baru kali ini gadis itu setuju dengan ucapan Kyungsoo. Tidak ada seorang pria yang seperti Kyungsoo yang mau mengakui gadis pemabuk sebagai istrinya. Bukannya menjadi kebanggaan, justru malah memalukan. Jihyun baru menyadari bahwa apa yang selama ini dilakukannya malah membuatnya makin buruk. Bahkan jikalau dia masih bersama Woohyun, Woohyun pun akan mengatakan hal serupa seperti yang Kyungsoo katakan.

“Um. Kau benar.”

Kyungsoo lalu menoleh. Ia perhatikan rupa Jihyun yang mendadak kusut. Mungkin gadis itu tengah memikirkan ucapannya barusan. “Lebih baik menyesal di awal. Kau masih punya banyak waktu untuk memperbaiki dirimu.”

Jihyun hanya mengangguk pelan.

“Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Beberapa jam lagi kita akan sampai di Auckland.”

Jihyun menghela napas, kemudian menoleh. “Um.”

Kyungsoo sebenarnya iba, tapi dia terlalu gengsi untuk memperlihatkannya. Maka dari itu, Kyungsoo memilih untuk kembali membaca bukunya. Tidak, dia tidak boleh menaruh simpati pada gadis itu. Sedikit pun tidak boleh. Dengan begitu, Jihyun akan sadar dengan sendirinya dan merubah diri menjadi lebih baik.

**

Pukul 07.45 malam…

Mereka telah sampai di tanah Selandia Baru, tepatnya wilayah Aukcland di sebuah hotel berbintang lima yang cukup dekat dari lokasi pantai Takapuna. Mereka menempati sebuah kamar yang didesain untuk dua orang dewasa. Hanya ada satu ranjang di sana, itu berarti mereka akan tidur di satu tempat yang sama.

Keduanya bengong memandangi satu-satunya ranjang di tempat itu.

“Apa boleh buat. Aku akan tidur di sofa,” ujar Kyungsoo yang tiba-tiba memecah keheningan di antara mereka. Jihyun spontan mendesah lega karena apa yang barusan dia bayangkan –kalau saja benar tidur satu tempat dengan Kyungsoo tidak akan pernah terjadi.

Helaan napas Jihyun terdengar hingga ke telinga Kyungsoo. Pria itu hanya geleng-geleng tak habis pikir dengan fantasi gadis tersebut. Dia mengambil sebuah bantal dari ranjang kemudian membawanya ke sofa.

“Kau tidak butuh selimut?” tanya Jihyun karena Kyungsoo hanya mengambil bantal.

“Tidak perlu. Kurasa suhu di sini jauh lebih hangat dari Seoul. Kau tidurlah, jangan lupa matikan lampunya,”pria itu langsung membanting tubuhnya di sofa. Sofa yang terlalu pendek membuat kakinya terulur hingga melewati batas. Namun di samping itu dia merasa cukup nyaman, ya setidaknya dua atau tiga malam tidak akan membuat punggungnya bengkok.

Jihyun sendiri memadamkan lampu utama, kemudian merebahkan tubuh di ranjang. Lampu tidur di kanan dan kirinya dibiarkan menyala, ya setidaknya bisa dijadikan penerangan.

Jalja,” bisik gadis itu pada Kyungsoo sebelum menyembunyikan wajahnya di balik selimut.

Kyungsoo sendiri hanya tersenyum. Beruntung wajahnya tidak terkena cahaya lampu sehingga senyum itu bisa tersamarkan. Dia terlelap beberapa saat kemudian.

**

H-13 pernikahan mereka…

Pemotretan masih akan dilakukan sore hari. Untuk itu, pagi harinya sampai waktu pemotretan dimulai, mereka berdua bisa jalan-jalan keliling kota. Dan perjalanan itu dimulai dengan tujuan pertama, mencari restoran atau cafe yang menyediakan menu sarapan.

“Apa kita akan naik bus?” bayang-bayang kengerian mulai nampak di wajah putih pucat Jihyun. Sepertinya dia benar-benar takut akan kendaraan umum itu.

Kyungsoo sedang fokus menyimpulkan tali sepatunya. “Kurasa tidak. Karena seharian kemarin kita sudah duduk lama di pesawat, sekarang waktunya untuk olahraga.”

Mwo? Olahraga… lari? Lompat jauh?”

Kyungsoo tertawa sesaat. “Dasar pikiran sempit. Maksudku, kita pergi ke sana dengan jalan kaki. Kau tahu jalan kaki kan?”

Bibir Jihyun mengerucut jengkel. “Tentu saja. Kau pikir aku anak TK yang tidak tahu apa-apa?”

Aniya, kau jauh lebih buruk dari anak TK.”

Yaa!

Kaja.

Meski kesal, Jihyun mengikuti kemana Kyungsoo pergi. Ini negara asing, kalau dia tidak pergi bersama Kyungsoo, bersama siapa lagi? Dan masalah hobi minumnya, sepertinya dia akan libur beberapa hari.

“Kau tahu di mana restoran itu berada?”

Aniya, bukan restoran. Tapi café. Kita akan pergi ke café Melba.”

“Hah? Café apa?”

Kyungsoo mengabaikan pertanyaan gadis itu dan mempercepat langkahnya. Mau tak mau Jihyun harus menelan rasa penasarannya dulu agar tidak ketinggalan jejak pria itu. Mereka terus berjalan. Kyungsoo tampak mengerti dengan seluk beluk Takapuna sementara Jihyun mengikuti dengan bingung di sampingnya. Gadis itu hanya menghafal nama plang jalan yang mereka lalui. Byron Ave, Lake Road dan Hurstmere Road. Hingga tak sadar mereka sudah sampai di tempat tujuan, Café Melba.

Selayaknya café yang menyediakan menu sarapan lainnya, café ini sudah cukup ramai oleh pengunjung. Kebanyakan adalah para karyawan kantoran, beberapa tourist, dan sebagian kecil mahasiswa. Tidak perlu menunggu lama, mereka berdua pun berbaur diantara mereka semua. Cukup menarik perhatian berkat wajah Asia mereka.

Waiter!” panggil Kyungsoo begitu mereka berdua telah duduk mengelilingi sebuah meja. Tangannya terangkat tinggi untuk menarik perhatian si pelayan.

Pelayan itu pun mendekatinya. “Good morning. What would you like to have, sir?”

“Can I have the menu please?”

“Yes, here you are sir,” si pelayan berusia sekitar 30 an itu menyerahkan sebuah buku lebar yang berisi menu café ini. Oleh Kyungsoo, buku itu diterima dengan baik.

“Ng… kau mau pesan apa?” tanya pria itu sembari mendekatkan buku menu ke hadapan Jihyun.

Jihyun membacanya sebentar, meski bahasa Inggrisnya pas-pasan, dia cukup mengerti dengan apa yang dituliskan di buku menu itu. “Pan..cake? Cherry crumble pancakes.”

Kyungsoo menarik kembali buku itu untuk dibaca ulang. “Ng…”

Are you ready to order?”

Yes. Can I have organic toasted muesli and cherry crumble pancakes?”

“Yes, of course,” si pelayan menuliskan pesanan di sebuah note kecil. “What would you like to drink?”

Kyungsoo langsung memusatkan pandangannya pada Jihyun. “Kau mau minum apa?”

Hot sweet chocolate?”

“Ok, give us hot sweet chocolate.”

“Two?”

“Yes.”

“Ok. Kindly wait, your order will be delivered within 5-10 minutes.”

“Ok, thank you,” Kyungsoo membungkuk sopan seraya menyerahkan buku menu itu pada si pelayan. Setelah buku diambil, pelayan itu pun pergi dari hadapan mereka.

Kyungsoo mengerutkan dahi ketika bertatapan dengan Jihyun. Jadi sejak tadi Jihyun terus memandangnya?

Wae?”

“Aku tidak menyangka bahasa Inggrismu bagus sekali. Kupikir kau hanya seorang kutu buku yang jago memasak saja,” balas Jihyun yang masih enggan mengalihkan pandangan darinya.

Dipuji sekaligus dihina, itulah yang dirasakan Kyungsoo sekarang. “Setidaknya aku lebih baik darimu.”

JLEB! Lagi-lagi… ugh! Sepertinya Jihyun harus membiasakan diri dengan semua kata-kata Kyungsoo yang bak belati tajam yang tak tampak. Diam-diam mematikan, itulah kalimat yang tepat untuk mendeskripsikan siapa pria di depannya ini sebenarnya. Kyungsoo tidak selemah dari apa yang ia dibayangkan!

Tak lama kemudian pesanan mereka datang. Menu sarapan yang simple namun mewah membuat perut mereka berbunyi begitu saja. Setelah para pelayan yang menghidangkan makanan itu pergi, kedua sejoli ini lantas melahap semuanya. Ya ampun, sepertinya mereka benar-benar kelaparan.

“Wah… pancake di sini sungguh membuatku terkejut,” gumam Jihyun setelah menyelesaikan makannya. Dia masih terbayang-bayang akan rasa fantastis yang berhasil mendarat di indera pengecapnya. Satu-satunya menu sarapan yang berhasil membuatnya jatuh cinta.

“Kalau mau, pesan lagi saja,” sahut Kyungsoo yang tak sengaja mendengar gumaman Jihyun. Dia tengah menyesap cokelat panasnya.

Ani, ani. Tidak perlu. Lagipula aku sudah kenyang.”

Kyungsoo hanya menggendikkan bahu. Setelah cokelat panasnya habis, dia pun membayar bill kemudian pergi bersama Jihyun menuju lokasi selanjutnya.

“Kita akan kemana?” tanya Jihyun yang berjalan di sebelahnya. Mereka masih berjalan kaki.

“Kebun mawar.”

“Kebun mawar? Memang yang seperti itu ada di sini?”

Kyungsoo menoleh dengan tatapan mengerikan. “Kau yang menginginkan pergi ke sini, seharusnya kau mengerti tentang Kebun Mawar itu. Ck, jangan bilang kalau kau hanya tergoda oleh film.”

Jihyun menggaruk kepala belakangnya sambil cengar-cengir. “Yah… film terkadang sangat meyakinkan. Sebenarnya aku penasaran dengan pantai yang ada di Waihau Bay, dari gambar-gambar yang kutemui di internet, pantai di sana sangat indah.”

“Kalau kau penasaran dengan Waihau Bay, kenapa malah datang ke Takapuna Beach?” Kyungsoo memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, berjalan dengan gaya yang cukup angkuh.

“Aku juga penasaran dengan Takapuna beach. Jadi ya, kuputuskan ke sini saja.”

Mereka akhirnya sampai di Rose Garden. Setelah membayar tiket masuk, mereka pun melenggang ke dalam untuk melihat keindahan apa yang ada di dalamnya.

“Wah!! Rose!!

Kyungsoo tersenyum tipis. Dia hanya mengikuti kemana Jihyun pergi, karena gadis itu lari begitu saja sesaat setelah mereka menginjakkan kaki di sini.

Jihyun menyentuh kelopak bunga mawar berwarna merah yang ada di hadapannya. “Cantik sekali..”

“Hati-hati tanganmu. Sedikit saja ceroboh, tanganmu akan tergores durinya.”

Reflek Jihyun menarik tangannya. Dia membungkuk untuk memperhatikan bunga-bunga mawar di hadapannya. “Wah.. kau benar. Dia cantik tapi berduri. Aigoo… diam-diam mematikan, sama sepertimu.”

Kyungsoo melotot tak suka. Selalu saja menghinanya tiap ada kesempatan. Harusnya tadi dia tidak usah memberitahu gadis itu, berdarah pun tidak masalah. “Menyebalkan.”

Dia meninggalkan Jihyun dan pergi menuju sebuah kursi kayu yang berdiri di dekat segerombolan mawar putih. Mengistirahatkan kaki sebentar saja.

Sementara Jihyun yang tidak menyadari kepergian Kyungsoo, dengan asiknya berjalan-jalan sendiri menyusuri jalan setapak yang dibuat. Suasana pagi hari di tengah-tengah kebun mawar memang sangat menyenangkan. Entah kapan terakhir kali dia pergi jalan-jalan seperti ini. Mungkin belasan tahun lalu, atau.. tidak sama sekali.

Setengah jam kemudian..

“Kyungsoo oppa! Kyungsoo oppa! Kau dimana?!” akhirnya dia sadar juga kalau Kyungsoo tidak ada di sebelahnya. Gadis itu panic dan segera kembali ke tempat semula di mana Kyungsoo meninggalkannya. Semakin banyak pengunjung membuatnya kalut. Dia mulai berpikiran yang tidak-tidak jika Kyungsoo pergi duluan.

“Kyungsoo oppa!! Jawab aku! kau dimana?!” masa bodoh dengan tatapan semua orang, karena yang dia panggil bukan mereka tapi calon suaminya.

Di saat pikirannya mulai buntu, akhirnya dia menemukan sosok itu. dia menghela napas, lega karena bisa menemukannya. Tapi…

Aigoo.. jadi sejak tadi dia tidur di sana?” langsung saja dia berlari lalu menghempaskan diri di sebelah pria itu. Mata sipitnya mengamati cara tidur Kyungsoo dalam keadaan duduk. Demi apa, itu wajah paling manis yang dia temui dalam hidupnya. Terlihat seperti anak berusia 7 tahun yang ketiduran saat bermain mobil-mobilan. Tidak ada tatapan mengerikan yang selalu Kyungsoo perlihatkan, yang ada hanyalah ekspresi damai dan napas yang begitu teratur. Jihyun tidak bisa membohongi dirinya bahwa dia sangat menyukai ekspresi seperti itu.

Kyeopta,” gumamnya sembari menyingkirkan poni yang menutupi mata kiri Kyungsoo. Dia tersenyum geli lagi-lagi karena ekspresi manis itu.

Lama Jihyun memperhatikannya, tiba-tiba saja Kyungsoo terbangun.

“Eh?” kejut Jihyun dengan mata membelalak. Begitu pula dengan ekspresi Kyungsoo.

“Kau sedang apa?” ketus pria itu sembari bangkit. Dia menatap Jihyun ngeri.

Jihyun hanya bisa berkedip, masih terkejut. “Kau ketiduran di sini.”

“Kenapa tidak kau bangunkan?”

“Y-ya karena… karena… ah sudahlah. Jangan berpikiran yang macam-macam ya, tadi ada capung di rambutmu jadi kusingkirkan. Ck, dasar tidak tahu terima kasih,” gadis itu lekas bangkit dan melenggang menuju pintu keluar. Dia meninggalkan Kyungsoo yang keheranan dengan sikapnya.

Yaa! kau mau berdiri di sana sampai besok?” pekik Jihyun dari kejauhan. Kyungsoo hanya menghela napas kemudian pergi menyusulnya.

“Dasar gadis gila,” gumam pria itu sesaat sebelum mereka keluar dari Rose Garden.

TBC

11 comments

  1. makin romantis ya mereka wkwk makin bikin aku jatuh cinta sama couple ini :p jihyun akhirnya bisa buka hati.. aku pengen tau kisa masa kecilnya si jihyun itu.. next nya ceritain dong author ^^

    Disukai oleh 1 orang

  2. Kyungsoo kalo ngomong selalu nyelekit walaupun ada benerny jg sih, kayakny jihyun harus terbiasa deh ama kebiasaanny kyungsoo yg selalu ngomong pedes pkek bgt. Ditunggu nextny

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar